Postingan

Teh Lemon 1:Harta Bapak (mu) Bukan Harta (mu)

Gambar

Pencarian Kartini

Gambar
Bulan April, bulan untuk perempuan. Bangsa ini mengenang seorang wanita bernama Raden Ajeng Kartini, sebagai tokoh pembaharu pada masanya. Ia menapaki curamnya tembok keraton dengan berbagi ilmu pada kawula. Gemar mencurahkan isi hati kepada kawan londo-nya, hingga menghasilkan kutipan yang dahsyat "habis gelap, terbitlah terang." Maka hari kelahiran R.A. Kartini, 21 April, menjadi momen bagi wanita di Negara ini untuk merayakan simbol dunia hawa yang serba halus sekaligus menyebarkan pesan kekuatan. Pertanyaan yang pop dan muncul di kolom-kolom testimoni biasanya, "siapa sih tokoh wanita yang mewakili Kartini-mu?" Jawabannya aneka ria. Ada yang konsisten dan sebagian besar menjawab ibu kandungnya. Bisa juga tokoh itu yang sering terdengar kiprahnya di ranah sosial. Mulai dari pejabat pemerintah sampai selebritas. Semua bisa jadi Kartini, selama ia wanita tulen dan menggores kesan mendalam di bulan April. Jelang pergeseran bulan, saya merasa perlu berce

Diajeng itu saya, Mas Itu Tito

Gambar
Mungkin, air mata ini bergulir tidak tepat waktu. Bukan di saat kita berhadapan untuk terakhir kali, tapi saat kesendirian yang begitu senyap, sama seperti halnya sampeyan mendapat inspirasi nggambar saat dini hari. Ketika kain putih itu tersingkap, wajah sampeyan setengah terpejam, bibir terbuka dan kering, untuk pertama kalinya saya bisa melihat rona pucat dibalik warna kulit sampeyan yang gelap. "Item" Sapaan sarkas warisan sekretaris pertama direktur kita. Sampeyan seperti biasa, tidak ada rasa kesal, tidak juga langsung menoleh, ya jika sedang ingin saja meladeni orang-orang. Pusaran ingatan berputar cepat ke tahun-tahun awal sampeyan bergabung dalam perusahaan ini. Sedari awal hingga akhir sampeyan bekerja, posisi kita selalu sama: duduk berhadapan dengan penghalang komputer Mac selebar nampan. Sampeyan begitu anteng, tapi nggragas via pesan singkat. Ada satu masa, saya tidak habis pikir dengan sampeyan, dan memutuskan menjauh. Tapi saya tidak sejau

Label or Love

Gambar
Kita mencintai sesuatu untuk perkara sepele, sentimental. Seperti saya mencintai merk Sony dan Nivea. Sony -selain nama panggilan manajer saya- sebuah merk peralatan elektronik asal Jepang. Tidak ada penanda waktu yang tepat untuk ketertarikan pertama. Bisa jadi ini murni infiltrasi sejak kecil. Televisi di rumah keluaran Sony, berbentuk kotak hitam, cembung di belakangnya, biasanya menghangat jika terlalu lama dinyalakan. Mungkin karena ini kucing saya hobi tidur di atas tv. Jika si mpuss nyenyak, ekornya menjuntai ke layar.  Atau saat saya naksir telepon seluler Sony Erricsson versi walkman. Ini kali pertama saya mengincar ponsel dengan alasan desain menarik. Biasanya karena keterbatasan dana, apa saja ponsel selama harganya terjangkau saya sikat. Ponsel ini bentuknya flip atau lipat, rasanya keren saat terima telepon, tinggal buka pakai jempol, ponsel terbuka. Warnanya ungu magenta, di permukaan ponsel terdapat layar yang integral. Jadi saat ada pesan masuk, telepon, atau meny

Kura-kura Merdeka

Gambar
  duo kura dengan posisi "best view" Seorang teman bertanya, "apa ya kalimat yang pas menggambarkan 'merdeka'?" Terlintas di kepala saya cuma "merdeka atau mati". Sungguh produk sukses infiltrasi konsep NKRI. Pertanyaan itu berlalu tanpa solusi, hingga tadi siang saya melihat dua kura-kura kecil di akuarium milik keponakan saya. Dua kura-kura itu dibeli mendekati dua tahun lalu. Ukurannya masih piyik , selebar telapak tangan bocah lima tahun. Tempat tinggalnya kotak berdinding plastik tebal seukuran 30x40 cm. Permukaannya selalu diisi air dan batu-batu tempat si kura-kura memanjat. Keponakan saya menamai si kura-kura Stella dan Mario. Saya tidak paham mana yang jantan dan betina, tapi keponakan saya bisa membedakan mana si Stella atau si Mario. Seiring waktu namanya berubah beberapa kali, tapi yang paling saya ingat ya cuma Stella-Mario ini. Kini duo kura-kura semakin besar tubuhnya. Kotak kaca yang diletakkan di meja