Teh Lemon 1:Harta Bapak (mu) Bukan Harta (mu)



Hai kawan, semoga kamu tidak segera menyerah ya. Ada keluarga kecil yang selalu menjadi tempat pulang. Konon bahtera rumah tangga punya siklus cobaan, semoga segera berlalu, sampai berjumpa di siklus berikutnya.

Hidup sedang menukik tajam, dunia seakan tidak berpihak. 

Kawan saya ini, dari keluarga baik-baik. Orang tua pegawai negeri -sebuah jaminan keluarga ini tidak akan kaya-kaya amat, tapi juga tidak bakal miskin- punya adik perempuan satu, hingga kini orang tuanya rukun, ia lulusan perguruan tinggi ternama di Yogyakarta.

Istrinya sekarang, adalah kekasihnya sejak delapan tahun silam. Ya terkadang ia silap berpaling, kadang juga si kekasih. Namun mereka tetap bersama, hingga melangkah ke jenjang pernikahan.Tahun kedua pasangan ini dikaruniai bayi perempuan. Kawan saya masih bekerja di perusahaan multinasional, si istri sejak awal memutuskan ingin di rumah saja sambil buka usaha. 

Di rumah saja adalah koentji. Di rumah siapa? Mertua? rumah sendiri?

Kawan saya baru bisa memboyong keluarga kecilnya ke rumah orang tua. Bab pertama drama mertua menantu mulai ditulis. Ada satu titik kawan saya enggan pulang. Rasanya menyiksa jika sudah dekat rumah. 

"belum duduk, nyokap cerita. Masuk kamar, bini ngeluh"

Hingga tahun ketiga kawan saya sungguh tak tahan. Menerima kenyataan bahwa orang tuanya akan menjadi sosok yang paling menyakiti hatinya, di saat ia membutuhkan pertolongan. Maka ia boyongan lagi keluarganya sembilan kilometer menjauhi rumah itu.

Mengontrak rumah, menjual mobilnya, uang habis karena gagal usaha, berhutang karena gaji tak cukup, saya dengar-dengar dari kolega, kawan saya ini kadang sudah tak sanggup berpikir lurus.

Kemarin sore saat ia bercerita, adik perempuannya kini sudah punya mobil, tanah, telepon genggam jenama terkenal, tentu semua dari pemberian orang tuanya. Ini menjadi salah satu konflik, karena ia merasa seharusnya mendapat perlakuan sama. Dia lebih perlu dibantu, tapi malah mendapat hinaan, dibanding-bandingkan dengan sanak saudaranya yang lebih sukses, hingga berujung hengkang dengan tangan hampa. 

"gw ngetes nyokap gw, gw bilang ya udah paling enggak samain aja sama apa yang udah dikasih ke adek gw." 

Ini merujuk pada kondisi hingga saat ini ia belum punya rumah alih-alih adiknya malah dikasih tanah, padahal belum mendesak juga. Tentu saya yang jadi pendengar agak baik, mulai gelisah karena terlalu lama menyimak. 

Lamat-lamat saya berpikir, wah kalau saya mau minta apa ke orang tua?

Orang tua saya sudah berpisah lama. Saya tidak mengenal "rumah orang tua" karena seumur-umur kami mengontrak. Lalu setelah ayah pensiun, ia menumpang hidup dengan adiknya di luar kota. Ibu saya tinggal bersama kakak saya.

Kondisi ini membuat saya tidak pernah berpikir apa yang berhak saya dapatkan. Melainkan apa yang bisa saya lakukan untuk mencapai keinginan-keinginan saya. Kini, saya mesti mengakui, ini ilmu h

Hai teman seperjuangan, kita sudah separuh jalan. Rayakan pencapaian kita karena sudah berdaya, dan memilih untuk melangkah. Tak mengapa jika luka itu masih ada, kita sedang mencari tempat kita pulang.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Grace Kelly dan Kisah Dongengnya

Pencarian Kartini

Njelimet