Postingan

Alkisah Ondine dan Sir Lawrence

Gambar
"My every waking breath shall be my pledge of love and faithfulness to you." Sumpah yang melankolis ini keluar dari mulut seorang ksatria asal Jerman, Sir Lawrence. Hati yang sekuat baja khas Knight itu menye-menye karena terantuk kecantikan seorang peri air bernama Ondine. Ondine mewarisi keniscayaan seorang peri,dengan tubuh montok dan rambut pirang panjang. Keabadiannya menjamin keindahan raganya tidak akan pudar. Ondine ternyata tetap perempuan, ia jatuh cinta!dan cinta itu jatuh pada seorang manusia. Kalau cinta butuh pengorbanan, begitu pikir Ondine. Ia rela menukar keabadiannya asal bisa menikah dengan Sir Lawrence. Satu tahun kemudian, cinta mereka menghasilkan seorang bayi. Sir Lawrence tiba-tiba melihat hal yang manusia pada tubuh peri istrinya, yes sir, istri mu lebih montok dari biasanya, ia tidak lagi menarik hasrat lelaki mu. Maka Sir Lawrence berubah menjadi ksatria yang binal. Ia sibuk bercinta dari satu perempuan ke perempuan lain, dimana saja. S...

Ini Verifikasi

Ternyata catatan pribadi juga ada ombudsman nya. Siang ini saya berbicara dengan seorang kawan yang gemar membaca blog ini. Dibalik kesukaannya yang membuat saya tersanjung, ia masih menyimpan sifat kritis. Ada beberapa tulisan saya yang perlu direvisi, kurang lebih seperti ini : Pada tulisan 'Street Art Performance' saya menulis 'Kopaja 70', yang benar 'Metro Mini 70'. Kedua angkutan ini memang menggunakan bus dengan kapasitas penumpang menengah. Tulisan 'Big Fans Of...' saya menulis judul film 'Behind the Enemy', yang benar 'Enemy at The Gates'. (Masih dengan Jude Law yang pamer kepiawian mengecup dengan bergairah) Sambil mengoreksi, kawan saya menambahkan, bahwa ia menyayangi saya, karena itu ia memberitahu apa yang salah. Bukannya saya tak berpikir. Semua orang yang dekat dengan saya, tahu betul saya tipe orang yang enggan dengan kritik, namun sadar itu benar. Biasanya saya akan mendiamkan orang yang mengritik, dan bermuka gahar sehar...

Street Art Performance

Gambar
Tumben, jam 6 pagi saya sudah berdiri di halte (maksa), pertigaan jengkol, Joglo, Jakarta Barat. Apalagi kalau bukan saya harus jibaku untuk sampai tepat waktu di kantor, kawasan TB Simatupang. Sudah menjadi prestise bagi kata "macet", hingga ia mendapat perlakuan khusus dari pengguna jalan. Juga angkutan umum. Inilah saatnya dia pegang kendali untuk menentukan masa depan penumpang, selamat dan sampai tujuan. Tuhan maha adil Sebagai aliran angkot mania sejak sekolah, saya ibarat tubuh dengan kakinya. Nggak ada angkot, ya nggak jalan. Kelar urusan. Namun angkot ini juga pedang bermata dua, satu sisi saya setengah mati membencinya (kelakuan awak bus), namun setengah hidup menantinya. Seperti pagi ini. Saya menunggu Kopaja 70 jurusan Blok M. Kopaja ini jenis bus ukuran tanggung yang harus diwaspadai. Kelakuannya edan, kalau macet, dia bisa nekad ambil jalan lawan arah. Kalau ditutupi jalannya, makian multi bahasa muncrat dari mulut sopir. Tapi dia cuek bebek kalau menutupi badan...

Big Fans of...

Gambar
Kamis petang sesudah interview.. Saya berada di kawasan Pondok Indah dengan wajah bersungut-sungut. Pikiran saya terbelah dengan bagaimana saya bisa pulang dan menuntaskan permasalahan dengan lelaki kecil disebelah saya. Toh saya tidak kuasa untuk menerima ajakannya menonton film berjudul "Inglorious Basterds". Cukup sekali pandang di posternya, ada lambang elang dengan sayap terbuka dan kepalanya menengok ke sebelah kanan, NAZI..apa boleh buat, saya harus tahu film ini. Entah kenapa saya sangat tertarik dengan organisasi besutan paman Hitler nun jauh di Jerman. Tidak perlu menunggu lama, saya sudah duduk manis di kursi penonton yang empuk berlapis kain beludru. Cerita film ini dibagi menjadi empat bagian, yang dipisahkan dengan scene waktu kejadian dan tempat. Ada seorang kapten Nazi yang dikenal dengan "Pemburu Yahudi", ada seorang tentara sekutu keturunan Indian yang memimpin tim kecil untuk memporak porandakan mental pasukan Jerman, ada seorang pe...

Suatu kali di House of Beauty

Rabu pagi pertengahan September 2009.. Saya tiba di Yogyakarta setelah semalaman berkendara dengan menumpang mobil saudara saya dari Jakarta. Kami sengaja berangkat tiga hari sesudah lebaran, menghindari kemacetan. Saudara jauh saya yang gila pelesir itu ternyata juga gila jalanan..harga dirinya terusik setiap kali mobil tersalip bus..parah! Sampai di Babarsari, rumah tante saya, saya melakukan ritual 3S, Salam-Sarapan-Semaput..saya tidur dengan nyenyak setelah kenyang. Bangun sore hari, rumah sepi..tinggal tante dan om saya yang siap-siap mau pergi. Saat saya tanya, ternyata tante hendak ke salon untuk facial..wah, tanpa pikir panjang, saya langsung nunut Saya diantar ke salon di belakang Galeria Yogya, namanya Yogya House of Beauty. Bangunan depannya bernuansa hijau lembut dan minimalis, teduh. Saat masuk, dan melihat daftar harga, cukup mahal, tapi saya sudah kepalang tanggung..jadilah saya memilih creambath tradisional, dan dengan bujukan tante, saya menambah body mass...