Karena Lebaran Nggak Selalu Mudik
![]() |
| Jalan MH. Thamrin Senin Jam 9.30. Sepiiiy |
Kepenatan khas kota metropolitan surut seiring Hari Raya Idul Fitri. Damai di kampung halaman, senang di pangkuan ibukota.
Tahun ini saya memutuskan tidak ambil cuti lebaran. Awalnya saya agak nyesal, karena tahun-tahun sebelumnya pasti mudik ke Yogyakarta, tempat ayah. Tapi karena uang THR saya alokasikan untuk keperluan lain, baiklah, saya telan saja segala resiko berlebaran di Jakarta. Kesepian karena sanak saudara boyongan ke Yogya, masuk kerja di saat yang lain sibuk posting foto di luar kota, kuliner enak-enak, nyaaaah pokoknya.
Senin pagi sambil berpakaian, saya multi-tasking mantengin aplikasi gojek yang ciamik itu di henpon, mencari tanda ojek hijau berada di sekitar rumah. Mendekati 15 menit, henpon bergetar sambil berbunyi 'ting' nyaring. Ojek tersedia. Cukup 10 ribu Rupiah sampai di Halte Transjakarta Pintu 1 Gelora Bung Karno. Bukan iklan, tapi promo gojek ini cikib bingits.
Udara pukul 7 pagi terasa sejuknya. Di kawasan Joglo yang masih banyak pohon, kabut menggantung. Saya mengobrol santai dengan pak Gojek yang memacu motornya dalam kecepatan sedang. Terkadang kami disusul pesepeda.
Lalu lintas yang nyinyit seperti sekarang sungguh ganjil. Dampaknya saya punya waktu untuk memperhatikan kiri kanan lebih seksama. Memasuki Permata Hijau, terlihat pembangunan Jalan layang non tol. Saya jadi ingat pembangunan serupa ternyata menyentuh hampir seluruh ruas jalan Jakarta pusat dan selatan. Sepengetahuan saya ada di ruas jalan Blok-M, Fatmawati, Kebayoran, Jalan raya Ciledug. Semuanya berbarengan, semuanya beroperasi, ini mega proyek. Berarti DKI Jakarta ini kaya sekali. Lalu kemana saja gubernur yang kemarin-kemarin?
Sampai di halte Transjek, nunggu 10 menit dateng bus transjek warna biru. Ini dia bus Scania, impor dari Swedia. Konon harganya agak wow, empat miliar Rupiah untuk satu unit bus. Tapi Pemprov DKI santai tuh, malah beli banyak. Nah, sekali lagi bukti koaya-nya provinsi ini.
Interior dalam bus mirip sama Transjek merk Zhang Tong asal Tiongkok. Atau kebalikannya. Sedikit perbedaan, di koridor khusus perempuan, bangku di Scania hanya satu dan bisa dilipat. Kalau di Zhang Tong ada tiga, dan permanen. Lalu di deretan kursi baris selanjutnya, setiap kursi terujung dilapis jok merah. Untuk kursi kedua dan seterusnya warna biru. Mungkin maksudnya kursi merah untuk pengguna berkebutuhan khusus, atau Ibu hamil, dan lanjut usia, tapi nggak ada stiker penunjuknya. Wealah, kalo di Eropa ya bisa-bisa aja, wong kesadaran bermasyarakat disana tinggi. lha kalo di Jakarta udah ditandain aja kadang masih disalahgunakan juga.
Sambil ngeliat proyek MRT di ruas Jalan Sudirman yang mulai keliatan terowongannya itu, saya megang tiang pegangan bus. Iseng ngetuk-ngetuk, bunyinya mendem, wah besi padet nih. Beda sama bus transjek yang tampilannya udah menggenaskan itu, kalo diketuk tiangnya bunyinya 'klang', Kaleng pemirsah.
Pukul 7.30 saya sampai di halte Sarinah. Jalan Thamrin yang ruas jalannya lebih lega daripada Sudirman itu lebih kerasa lagi sepinya. Rasanya pingin foto di tengah jalan. Lewat Kedutaan Perancis yang menghadap Thamrin ada Institute Francais. Sepanjang dindingnya terpasang panel foto karya fotografer Erik Prasetya. "Estetika Banal", begitu temanya. Panel ini sudah terpasang jauh hari sebelum memasuki bulan Ramadhan. Tapi baru pagi ini saya benar-benar memperhatikan satu per satu hasil karyanya. Membaca deskripsi dari banalitas versi fotografer dan mendapat sapaan hangat petugas keamanan Institute Francais yang saya kenal lewat dinding kaca.
Jakarta indah. Carut marut 11 bulan ternyata bisa membutakan mata indera, terlebih mata hati saya dari lingkungan sekitar. Lenyap sudah penyesalan tidak mudik kali ini. Kembali ke fitri bisa dirayakan bahkan di kota yang terkadang begitu memuakkan dan menghasilkan ribuan umpatan.
Tapi tidak kali ini, tidak ada umpatan pekan ini.
Selamat hari raya Idul Fitri 1436 Hijriah. Nyatut semboyan tentara, jaya di darat, laut, udara untuk kita semua!

Komentar
Posting Komentar