Nggak Ada Surga di (Film) Edensor
Kenapa ya Film Laskar Pelangi seri Edensor harus ganti sutradara ?
Inti cerita buku Edensor adalah perjalanan dua bersaudara asal Belitung, Ikal dan Arai, meraih mimpi kuliah di Universite Sorbonne, Perancis. Jibaku mereka untuk mendapat beasiswa dari Uni Eropa, hingga diterima dan pergi ke Paris menambah kisah tentang "tak ada yang tak mungkin".
Ikal adalah si penulis buku, Andrea Hirata, dan Arai diceritakan sebagai saudara jauhnya. Dalam film Ikal diperankan aktor Lukman Sardi, yang dadakan keriting dan lebih bluwek warna kulitnya. Sedang pemeran Arai adalah Abimana Aryasatya, yang mencuri perhatian sejak main film "Catatan Si Boy".
Entah kenapa Arai diperankan tokoh Indo seperti Abimana (sebelumnya diperankan Ariel Peterpan). Jika merunut gambaran Arai di buku, anak Belitung asli, hobi main di pantai, merantau ke Jakarta juga pekerja keras, masa bisa putih bersih kulitnya?
Gimanapun, Abimana tak bersalah. Akting dia tetap ciamik.
Beberapa scene yang melenceng dari cerita, misalnya waktu Ikal dan Arai belajar kelas bahasa Perancis. Ikal ngerjain si guru perempuan untuk berulang kali menyebut namanya - yang menurut Ikal logatnya enak didengar -
Dalam buku, Ikal melakukan hal itu kepada ibu kost (atau Land lord), di film, land lord malah laki-laki.
Ikal dan Arai nggak cuma kuliah doang, tapi mereka keliling Eropa. Adegan ini ditiadakan dengan modifikasi cerita "keliling Eropa sudah dicoret dari mimpi Arai yang berantem sama Ikal,"
Padahal judul bukunya aja Edensor, sebuah kota kecil di Inggris yang mereka datangi waktu keliling Eropa itu. Duo bocah Belitong ini nekad keliling Eropa dengan bujet super pas. Buat manjangin trip, mereka jadi artist yang mejeng di taman-taman kota.
Tiap dateng ke kota baru, mereka ngecat badan, pake kostum ikan duyung, terus matung. Buat warga Eropa yang apresiasi seninya tinggi, ini instalansi seni yang menarik. Euro pun ngucur ke pundi mereka. Jadi modal lagi buat jalan ke negara lain. Begitu seterusnya.
Sampai suatu kali Ikal dan Arai udah masuk ke Eropa Timur. Mereka bertemu dengan eksil asal Indonesia. Bagaimana versi filmnya ? Eksil ini diperankan oleh Hengky Solaeman. Arai berkenalan dengan tokoh ini di kedai kopi tempat Arai bekerja di Paris.
Duh, garuk-garuk kepala deh liat jalan cerita yang nggak keruan begini.
Sisa film ini lebih seperti promosi cantiknya kota Paris. Scene Menara Eiffel pagi, siang, malam bertaburan dari menit ke menit. Durasi terbuang percuma dengan pengambilan gambar tempat-tempat umum di Paris. Lah ini keliatan banget minim dana nggak sih ?
Padahal film Edensor di depannya memajang sponsor utama yang nggak bisa dibilang perusahaan kere, Bank Tabungan Negara (BTN) dan PT Pos Indonesia. Dua perusahaan pelat merah ini tanpa tedeng aling-aling minta jatah sorot di scene Bapaknya Ikal ngirim surat sama ambil uang pensiunan.
Trik hard selling lawas.
Kembali soal tuduhan minim dana ato pedit, selain shooting cuma di Paris alih-alih sekian puluh negara Eropa yang tercantum di buku, Universite Sorbonne tempat Arai dan Ikal aja nggak pernah diliatin. Yang ada cuma dua anak itu di depan pintu masuk kampus sambil cengengesan girang. Lah ? apaan deh.
Entah ambil gambar dalam kampus Sorbonne tidak diperbolehkan atau apa, tapi gimana cerita kita bisa tau megahnya kampus tersohor itu kalo nggak liat bentuknya? Yang disebut-sebut altar pengetahuan itu cuma gerbang art deco dengan tulisan bahasa Perancis di lengkung atas.
Satu esensi buku ngilang akibat nggak karuannya jalan cerita, optimisme.
Saya ingat tetralogi Laskar Pelangi bikin saya betah baca karena terasa begitu optimis. Sosok anak-anak Laskar Pelangi itu menginspirasi saya untuk tidak mengeluh dengan keadaan. Terbayang keterbatasan teman-teman lain yang sekolah di luar Pulau Jawa, saya merasa amat bersyukur.
Lalu saat tokoh ikal dan Arai dipertemukan takdir bertemu di kantor Uni Eropa, keduanya berjuang mati-matian mendapat beasiswa di Perancis, itu heroik banget! Kemana sosok direktur Uni Eropa yang digambarkan sebagai wanita Skandinavia itu ? Yang bisa bertukar tiga bahasa dalam hitungan detik atau sekretarisnya yang tegas.
Oke penulisan buku itu menuai kontroversi. Misalnya apakah rangkaian cerita itu benar atau tidak, atau si penulis yang mulai dipertanyakan moralitasnya, tapi lepas dari itu, saya kira cukup banyak anak yang mulai berani bermimpi dan bergerak meraihnya.
Benny Setiawan, si sutradara, sudah sejak awal berkata bahwa film adaptasinya pasti berbeda gaya dengan Riri Riza dan Mira Lesmana (sutradara dua film Laskar Pelangi sebelumnya). Ditambah dengan keterangan Andrea Hirata, bahwa buku dan film pasti akan berbeda.
Iya pasti berbeda sih, tapi apa iya perlu gitu si penulis buku masuk dalam scene ?? Seolah belum cukup bumbu, Andrea Hirata nongol di akhir film sekalipun tanpa dialog.
Ayolah, mau sampai kapan penonton dianggap pandir. Walaupun saya baca buku Edensor udah dua tahun lewat, tapi beberapa detail masih nyangkut di otak, pun saya yakin dengan pembaca yang lain.
Bukankah film yang dirilis berdasarkan buku mengundang penasaran pembaca dulu ? Kita pingin tau adaptasi si sutradara, angle mana yang dituangkan dalam versi audio visual, dan seterusnya.
Eh lha ndelalah, sutradaranya koplak kali ini...
Inti cerita buku Edensor adalah perjalanan dua bersaudara asal Belitung, Ikal dan Arai, meraih mimpi kuliah di Universite Sorbonne, Perancis. Jibaku mereka untuk mendapat beasiswa dari Uni Eropa, hingga diterima dan pergi ke Paris menambah kisah tentang "tak ada yang tak mungkin".
Ikal adalah si penulis buku, Andrea Hirata, dan Arai diceritakan sebagai saudara jauhnya. Dalam film Ikal diperankan aktor Lukman Sardi, yang dadakan keriting dan lebih bluwek warna kulitnya. Sedang pemeran Arai adalah Abimana Aryasatya, yang mencuri perhatian sejak main film "Catatan Si Boy".
Entah kenapa Arai diperankan tokoh Indo seperti Abimana (sebelumnya diperankan Ariel Peterpan). Jika merunut gambaran Arai di buku, anak Belitung asli, hobi main di pantai, merantau ke Jakarta juga pekerja keras, masa bisa putih bersih kulitnya?
Gimanapun, Abimana tak bersalah. Akting dia tetap ciamik.
Beberapa scene yang melenceng dari cerita, misalnya waktu Ikal dan Arai belajar kelas bahasa Perancis. Ikal ngerjain si guru perempuan untuk berulang kali menyebut namanya - yang menurut Ikal logatnya enak didengar -
Dalam buku, Ikal melakukan hal itu kepada ibu kost (atau Land lord), di film, land lord malah laki-laki.
Ikal dan Arai nggak cuma kuliah doang, tapi mereka keliling Eropa. Adegan ini ditiadakan dengan modifikasi cerita "keliling Eropa sudah dicoret dari mimpi Arai yang berantem sama Ikal,"
Padahal judul bukunya aja Edensor, sebuah kota kecil di Inggris yang mereka datangi waktu keliling Eropa itu. Duo bocah Belitong ini nekad keliling Eropa dengan bujet super pas. Buat manjangin trip, mereka jadi artist yang mejeng di taman-taman kota.
Tiap dateng ke kota baru, mereka ngecat badan, pake kostum ikan duyung, terus matung. Buat warga Eropa yang apresiasi seninya tinggi, ini instalansi seni yang menarik. Euro pun ngucur ke pundi mereka. Jadi modal lagi buat jalan ke negara lain. Begitu seterusnya.
Sampai suatu kali Ikal dan Arai udah masuk ke Eropa Timur. Mereka bertemu dengan eksil asal Indonesia. Bagaimana versi filmnya ? Eksil ini diperankan oleh Hengky Solaeman. Arai berkenalan dengan tokoh ini di kedai kopi tempat Arai bekerja di Paris.
Duh, garuk-garuk kepala deh liat jalan cerita yang nggak keruan begini.
Sisa film ini lebih seperti promosi cantiknya kota Paris. Scene Menara Eiffel pagi, siang, malam bertaburan dari menit ke menit. Durasi terbuang percuma dengan pengambilan gambar tempat-tempat umum di Paris. Lah ini keliatan banget minim dana nggak sih ?
Padahal film Edensor di depannya memajang sponsor utama yang nggak bisa dibilang perusahaan kere, Bank Tabungan Negara (BTN) dan PT Pos Indonesia. Dua perusahaan pelat merah ini tanpa tedeng aling-aling minta jatah sorot di scene Bapaknya Ikal ngirim surat sama ambil uang pensiunan.
Trik hard selling lawas.
Kembali soal tuduhan minim dana ato pedit, selain shooting cuma di Paris alih-alih sekian puluh negara Eropa yang tercantum di buku, Universite Sorbonne tempat Arai dan Ikal aja nggak pernah diliatin. Yang ada cuma dua anak itu di depan pintu masuk kampus sambil cengengesan girang. Lah ? apaan deh.
Entah ambil gambar dalam kampus Sorbonne tidak diperbolehkan atau apa, tapi gimana cerita kita bisa tau megahnya kampus tersohor itu kalo nggak liat bentuknya? Yang disebut-sebut altar pengetahuan itu cuma gerbang art deco dengan tulisan bahasa Perancis di lengkung atas.
Satu esensi buku ngilang akibat nggak karuannya jalan cerita, optimisme.
Saya ingat tetralogi Laskar Pelangi bikin saya betah baca karena terasa begitu optimis. Sosok anak-anak Laskar Pelangi itu menginspirasi saya untuk tidak mengeluh dengan keadaan. Terbayang keterbatasan teman-teman lain yang sekolah di luar Pulau Jawa, saya merasa amat bersyukur.
Lalu saat tokoh ikal dan Arai dipertemukan takdir bertemu di kantor Uni Eropa, keduanya berjuang mati-matian mendapat beasiswa di Perancis, itu heroik banget! Kemana sosok direktur Uni Eropa yang digambarkan sebagai wanita Skandinavia itu ? Yang bisa bertukar tiga bahasa dalam hitungan detik atau sekretarisnya yang tegas.
Oke penulisan buku itu menuai kontroversi. Misalnya apakah rangkaian cerita itu benar atau tidak, atau si penulis yang mulai dipertanyakan moralitasnya, tapi lepas dari itu, saya kira cukup banyak anak yang mulai berani bermimpi dan bergerak meraihnya.
Benny Setiawan, si sutradara, sudah sejak awal berkata bahwa film adaptasinya pasti berbeda gaya dengan Riri Riza dan Mira Lesmana (sutradara dua film Laskar Pelangi sebelumnya). Ditambah dengan keterangan Andrea Hirata, bahwa buku dan film pasti akan berbeda.
Iya pasti berbeda sih, tapi apa iya perlu gitu si penulis buku masuk dalam scene ?? Seolah belum cukup bumbu, Andrea Hirata nongol di akhir film sekalipun tanpa dialog.
Ayolah, mau sampai kapan penonton dianggap pandir. Walaupun saya baca buku Edensor udah dua tahun lewat, tapi beberapa detail masih nyangkut di otak, pun saya yakin dengan pembaca yang lain.
Bukankah film yang dirilis berdasarkan buku mengundang penasaran pembaca dulu ? Kita pingin tau adaptasi si sutradara, angle mana yang dituangkan dalam versi audio visual, dan seterusnya.
Eh lha ndelalah, sutradaranya koplak kali ini...

sejak awal memang dah g ingin nonton ketika tahu siapa2 pemeran dewasanya,bagi orang awam sprti sy (tidak bermaksud merendahkan siapapun) meskipun beda dngan bukunya asal masih masuk akal , okelah .....sekedar pengembangan certa.seperti di lp bakri g ada dalam novel.salut pada miles yg punya komitmen tidak akan pakai wajah indo ketika akan membuat lp.jadi sekarang sy g menyesal g nonton edensor setelah baca beberapa komen yg sudah nonton.cukup putar cd lp dan sp aja ber-kali2 g bosan.karena sy punya cast sendiri untuk pemeran dewasanya.ikal /sabrang(noe letto),arai/yulika (dlu host backpacker tv one),a ling/sandra dewi sementara pemain kecil sampai remaja tetap.hehehe sayangnya cuma khayalan.
BalasHapuskenapa sy cast 3 orang itu?sabrang (sampai smp tinggal di lampung dan lulusan canada jdi bhs.inggris bisa lah) & yulika (juga berasal dari lampung),sandra dewi asal bangka.endingya juga benar2 di edensor begitu khayalan sy.
BalasHapus