Pontang-panting Pengamen

We lost because we told ourselves we lost

-Leo Tolstoy-

Perjalanan pulang 20.05, Sarinah.

Menyusuri gang di bus umum berkapasitas 52 kursi. Akhirnya pilihan jatuh pada kursi 2 set, baris ketiga dari belakang. Disergap lampu temaram, pelan-pelan pembicaraaan dua lelaki ini terdengar jelas.

Pria 1 mengenakan kaus merah sambil memangku gitarnya, pria 2 tak tampak namun suaranya serak seperti terlalu sering berteriak.

"43, 44, 45, 46..." si pria 2 tengah menghitung hasil bekerjanya seharian. Rupanya kenek bus menukar uang receh pada  pria 2. Diakhiri dengan ucapan "makasih", keduanya puas. Si kenek mendapat receh untuk kembalian penumpang, pria 2 mengucap syukur dengan hasilnya yang kini tampil lebih apik -lembaran puluhan ribu-.

Pria 2 bercerita pada pria 1,

"Alhamdulillah dapet segini, tadi gw keluar jam seetengah 12-an. Sekarang 44 (kode bus yang saya tumpangi) mah susah. Dapet 2 ribu aja udah bagus,"

Pria 2 menimpali, "iya bang, tadi gw keluar jam setengah 3 dari Depok. Nunggu 54 terus turun di Pancoran. Gw nunggu bus dari Pancoran ke Komdak,"

Keduanya asyik memperbincangkan rute basah yang kurang lebih bisa menaikkan pendapatan menjadi 6 ribu sekali bernyanyi. Saya salut juga, dengan cara mencari rezeki yang sama, seharusnya mereka ini kompetitor satu sama lain. 

Tapi pembicaraan ini berbeda. Pria 2. yang terlihat lebih senior, banyak memberi tips pada pria 1. 

"Tadi ada ibu-ibu udah megang 2 ribu, eeeh dimasukin lagi. Gw pikir ngak jadi tuh, eh, malah di ganti 10 ribu," ujar si pria 2 bungah.

Sambil berlalu dia menitip pesan, "coba lo naik 45, yang ke kampung rambutan," ia turun di kolong jembatan karet.

Setengah mengantuk, pria 1 mengamen. Karena pembicaraan tadi, saya jadi tergugah mencari recehan di tas..semoga 500-an itu bisa menggenapkan gemerincing koin di kantung permennya.

Bus sampai di ratu plaza, saatnya berhenti lama menunggu penumpang.

Lamat-lamat ada gerakan menyisir di lantai bus, kaki saya tersenggol sesuatu, lalu muncul kepala berambut keriting.

"Maaf mbak, " ujar si pria 2. Saya heran kenapa dia bisa sampai lebih dulu daripada bus saya.

Dia panik, meraba setiap jengkal lantai bus dengan tangannya. Ia memukul dahinya dan bolak-balik mengucap Astagfirulloh, Ya Allah, terus seperti itu sambil menggaruk rambut keritingnya.

Ia turun bus dengan limbung. Baru saya lihat dia berubuh kurus, jalannya agak bungkuk, berusaha rapi. Kausnya warna putih kusam, kerahnya mulai longgar tanda terlalu sering dipakai, dimasukkan rapi dalam celana panjang abu-abu yang bolong di beberapa bagian.

Pria 1 menghampiri..sayup-sayup terdengar suara pria 2 yang makin serak,

"uang gw hasil mengamen seharian ilang..."

Barangkali malam itu bukan cobaan untuknya..tapi ujian untuk orang disekitarnya..







 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yang Penting Cut Tari..!

Njelimet

Grace Kelly dan Kisah Dongengnya