Ajojing Pertama
Dugem..clubbing..ratu dansa...saya pikir sesekali harus mencobanya sekali seumur hidup (atau beberapa kali), dan tibalah masa itu.
suatu jumat di pernikahan kawan, saya berkumpul lagi bersama teman-teman lingkungan. Ada keanehan merasuk, tapi juga senang.
Jarum jam menunjuk angka 10.00 malam, teman mengajak untuk memanjangkan kumpul-kumpul dengan nongkrong di kawasan Kemang.
Antara ingin dan tidak..
Toh, saya duduk diam di mobil, tidak terasa ketidakinginan luntur sejauh mobil yang saya tumpangi semakin mendekat ke arah Kemang.
Mobil berhenti di area parkir bangunan bernama "Tipsy". Enggan campur penasaran sudah di ubun-ubun. Pulang juga nggak mungkin, baiklah kaki melangkah menaiki tangga yang memutar.
Sempat terhenti 15 menit di front desk, saya terdiam. Aneka rupa manusia seliweran dengan asyik.
Banyak anak-anak bule, mereka ini paling banter umurnya 17 tahun, nggak jauh-jauh pentolan Jakarta International School. Postur mereka yang bongsor pantas saja memakai celana atau rok super mini, dipadu tank top, okelah.
Makin lama, saya pikir makin ajaib. Kawan sepertinya menangkap pikiran saya, maka dia pun berbisik,
"kalo yang itu sih jablay (sebutan slang untuk pelacur) tanggung mbak. Norak, cari gratisan doang." Begitu keterangan kawan.
Masuk akal juga. Mereka ini berkelompok, tiga sampai lima orang. Keluar ruangan dengan rokok di tangan tapi cara merokoknya hanya hisap basa-basi. Memakai atasan yang saya kenali sedang in di ITC (itu lho, sentra belanja dimana aja ada), tidak ketinggalan sepatu tumit tinggi, dan rambut panjang tergerai.
Cukup bagi saya menemukan yang tidak punya taste diantara yang tasted. Jelas kelompok ini bukan di 'T' terakhir.
Akhirnya saya masuk juga...pintu membuka...suasana remang mengarah gelap..
Suara house music berdentam-dentam sampai kuping pengang. Saya nyaris tersandung kursi.
Aduh, salah tingkah rasanya. Semua orang hanya siluet, dan siluet itu tidak ada yang jelek. Untunglah kawan mengajak ke toilet.
Toilet terang benderang, cermin memenuhi sepanjang dinding. Sepanjang itulah para wanita bersolek, merapikan rambutnya, membenarkan busana pada belahan dadanya, dan berfoto dengan BlackBerry menghadap cermin...wah, tampil habis-habisan hanya untuk sesi foto di kamar mandi ternyata.
Saya teliti, siluet yang semlohai di kegelapan ternyata biasa saja di bawah cahaya. Ada rasa lebih tenang dalam hati.
Disinilah saya, duduk di meja bar menghadap ke lantai dansa. Sebelah kiri teman dan pasangan sedang bersenda gurau, sebelah kanan meja diisi dua lelaki dan banyak wanita -mulai berkenalan-, di lantai dansa, gadis bule ini mulai mabuk dan berdansa sambil berciuman dashyat dengan pasangannya.
Tangan sudah tidak sopan, si pria bebas saja menjelajah area yang dia mau, tidak jauh dari bokong dan dada. Entah kenapa, mayoritas wanita ini punya cara goyang yang sama, tangan diangkat, meliukkan pinggul bersamaan dengan ekspresi wajah setengah mesum, dan gesture-nya sangat terbuka dengan kaum adam - siapa saja-.
Takjub, asyik, dan mati gaya, teman menawarkan cola. Saya tidak menolak. Entah darimana ide, rombongan kami memutuskan buka botol (alkohol). Open bottle berarti kami berhak menempati meja dengan sofa di sekelilingnya.
Satu botol alkohol merk Jack Daniel, satu pitcher coca cola, satu ember es batu, dan delapan gelas tersaji. Salah satu kawan meracik di gelas-gelas kami.
Pertama-tama Jack-D dituang sekitar tiga perempat gelas, lalu dicampur cola hingga penuh, plus es batu. Satu gelas dihabiskan beramai-ramai, baru setelah habis, masing-masing memegang gelas.
Saya belum pernah minum alkohol sebelumnya, jadi saya sempat menolak. Tapi penolakan ibarat dosa besar dalam dunia perdugeman. Maka saya ikut minum.
Rasanya biasa saja, tapi perut agak panas. Tidak ada tanda saya mulai hilang sadar. Semua baik.
Ternyata sajian belum usai, delapan gelas cocktail datang dengan sedikit minuman di dasarnya.Gelas disusun melingkar dengan sumbu silinder ditengah-tengah. Kami semua dibagikan sedotan,dan melihat waitress membakar sumbu tersebut hingga api membakar delapan gelas tersebut.
Sesaat api padam, kami menghirup minuman tersebut...dashyat, efeknya seketika menjalar.
Kepala rasanya berat, jadi saya harus terus menggoyangkan kepala, perut makin panas, dan agak gamang. Teman saya sudah joget tidak karuan sampai naik-naik meja. Teman saya satu lagi sudah tidak kuat sampai tidur pulas, lebih parah lagi anak ini, dia jungkir, dan muntah! hoeks...
Crowded mencapai puncaknya menjelang jam satu dini hari, dan selama itu dihabiskan dengan ajojing ria, nggak pake capek!
Minimal saya mendapat tips untuk meredakan sedikit efek mabuk, menghisap es batu atau makan cemilan, macam kacang, atau merokok.
Pukul setengah empat subuh kami hengkang. Saya waswas juga dengan teman yang menyetir, secara dia dalam kondisi norak berat begitu, tapi dengan (sok) warasnya, dia bilang baik-baik saja.
Dalam hati mau berdoa juga malu, mengingat baru saja melanggar "daftar dosa abad ini".. jadi saya mengobrol saja dengan kawan.
Dari obrolan, baru saya paham, ternyata kawan-kawan mengerjai saya dengan minuman , yang diakui cola. Lalu minuman berikutnya seperti pemicu yang membuat seseorang mabuk berat. Tapi cara mereka tidak terlalu berhasil, karena saya masih cukup sadar (walaupun tidak bisa berdiri lama-lama), dan tidak sampai muntah.
"Berarti lo kuat mabok tuh, untuk ukuran pemula minimal muntah lah, ternyata nggak" papar kawan.
Ha, peduli setan. Saya dikerjai monyet-monyet dugem, sial. Tapi lega dan sedikit bangga, karena saya tidak kadung malu dengan reaksi aneh-aneh khas pemabuk, dan nggak mempan dengan alkohol, hehe!
Esok pagi saya terbangun dengan bau asap rokok menyergap. Tubuh saya sudah sebegitu bau rokok, sampai mual. Sambil minum teh hangat dan sarapan oatmeal saya merenung,
Rok mini, tubuh gendut itu mencoba habis-habisan menggoda si pria, tidak terlalu berhasil, tapi akhirnya luluh juga. Rambut panjang tersibak kiri-kanan, memperlihatkan tengkuk yang liuknya sensual dalam temaram sinar, dan minuman menjadi barang wajib untuk bersenang-senang, tanpa batas. Apapun yang ingin kita lakukan, disini tempatnya.
Seperti halnya gelap, senangnya juga sebatas kelam meraja. Saat terang menyambut, ia usai. Kenyataan kembali menghadang, dan mereka yang tidak cukup sanggup menghadapinya, kembali meretas siang.
Tidak salah. Dunia ini sah saja, toh ia tertutup rapat, masalah melanggar, itu kembali pada orang yang melangkahkan kaki ke pintu berat dengan tangga melingkar itu.
Sekali dalam tahun ini cukuplah bagi saya...

Komentar
Posting Komentar