Ternyata Ukuran "0"
Sejak mencelupkan kaki ke dunia fashion, saya berusaha mempelajari geliatnya. Sama halnya dengan dunia-dunia lain, fashion ibarat bawang yang harus dikupas satu per satu hingga terlihat intinya.
Ada sisi wajah buram fashion yang kerap saya buntuti, sisi ukuran tubuh. Aduh, kalau sudah bicara masalah kurus kering, tanya saja pada model-model catwalk. Saya cenderung nyinyir jika menulis masalah ini, entah karena prihatin atau malah iri karena tidak bisa mendapat porsi tubuh se-asyik itu.
Walaupun fenomena sized 0 ini belum melanda Indonesia, tapi perlahan ia merasuk juga dalam bentuk yang lebih berat sekitar 3-5 kilogram. Masih realistis. Walhasil model catwalk Indonesia bertubuh kurus untuk ukuran Indonesia, tapi terlalu gemuk untuk standar kota mode dunia, Paris, Milan, New York, dan London.
Resminya saya hadir dalam peragaan busana satu kali dan perhelatan kaum sosialita satu kali juga. Saat itulah kesempatan saya menjadi liliput dalam dunia fashion people. Tapi fokus pekerjaan saya adalah model yang melenggang di catwalk. Lupakan sejenak lelaki bersih yang mencurigakan, dan wanita dengan tatanan rambut kaku.
"Jeprat-jepret..eh, ambil yang itu juga 'ka, Nice. Spot sini bagus juga, eh, itu si Barli..."
Selesai dengan rententan gambar, saya pulang dan mengolahnya berdua dengan kawan. Kami mulai menyeleksi foto.
Kebetulan koleksi perancang-perancang itu berputar di antara rok dan celana mini. Mulai merasa ada yang "merusak" foto-foto ini. Asalnya dari kaki para model. Otot betis mereka mengejang akibat memakai sepatu bertumit tinggi. Ditambah gaya jalan yang silang menyilang makin menegaskan saja kontraksi otot. Cacat berat nih foto saya.
Saya ingat lagi, padahal ketika lihat aslinya, model-model itu menjulang dan kurus tiada lemak tiada otot. Mulai terbaca alasan tubuh ukuran 0 merebak dalam dunia fashion. Permintaan timbul bukan tanpa alasan.
Dunia fashion yang ditanam dan berkembang pesat di dunia barat dipupuk dengan kerja sepenuh hati dari pelakunya. Mereka sangat sadar, detail, presisi untuk mendefinisikan kemauan pelanggan, ekslusif, dan tampilan tanpa cela menjadi kekuatan untuk bertahan dan bersaing.
Lalu kenyataan bahwa pelanggan adalah segalanya, dan mereka memercayakan media untuk menjadi "mata". Wajar saja desainer berusaha menjamu dan memanjakan media agar produknya tampak indah saat sampai ke tangan calon pelanggan.
Mereka mengerti lebih dulu bahwa mata kamera cenderung melebarkan objek. Sedikit saja tubuh model itu berdaging, langsung merusak tatanan busana yang ia bawakan. Alangkah tidak elok melihat gaun cantik berwarna pastel dikenakan seorang wanita berkaki kekar bak atlet?
Jika Anda melihat peragaan busana di luar negeri, semuanya terlihat pas. Tubuh si model benar-benar manekin untuk busananya. Kebanyakan mereka dirias tidak untuk semakin cantik, tapi menguatkan tema busana. Air muka datar tanpa ekspresi, jalannya cepat hingga kain melambai anggun, dan koreografi ditata untuk fit dari segala angle fotografer.
Demikian berharganya publikasi, dunia fashion memaksa model-model untuk menguliti daging dalam tubuh mereka. Tubuh kurus kering terlihat "wajar" setelah direkam kamera. Bagaimanapun mereka bergerak, dipastikan tidak ada otot yang menyembul.
Buah dari kesempurnaan tidak selalu enak. Alhasil saya lakukan teknik crop untuk amputasi kaki model yang gagah tadi. Foto saya tidak jadi cacat. Kejam ya industri fashion?

Komentar
Posting Komentar