Cerita Fiktif
6 Januari 2010, 13.10
Saya sedang menikmati nasi bakar dengan lauk dua perkedel jagung plus sambal merah dan hijau.
Mulai muak dengan asap rokok..
Pagi saya membuka akun Facebook, dan tiga orang berulangtahun hari ini. Saya kirim ucapan via ponsel.
Sejak kejadian '5 Januari' itu, saya jadi uring-uringan.
Mengetahui saya yang masih memiliki dorongan untuk menunjukkan saya ingat hari pentingnya, masih mengingatnya, masih menyisakan ruang kosong untuknya.
Saya benci dia! saya benci padanya yang telah membuat lubang besar pada arti kemurnian cinta, saya benci ia telah mengajarkan saya untuk menjadi perempuan yang terlalu keras untuk mengaku, ya, saya masih menyayangimu..
Ternyata bukan masalah tidak percaya, terlalu santai, selektif, dan butuh pemuas..ini masalah hati..hati yang terkunci, terpenjara pada cerita lama.
Saya pikir telah berbaikan dengan situasi, ternyata hanya melapisi dengan akting yang nyaris sempurna, hingga datanglah '5 Januari'.
Sepertinya sudah lama, saat kami belagak bodoh, saling mengagumi dalam kedekatan. Kedekatan yang aneh.
Petang itu, tangannya menyentuh pundak saya, membalikkan tubuh saya, dan kami saling bertatapan. Tatapan itu begitu dalam dan menusuk, tidak terasa semakin dekat dan gelap..gelap dan lumat dalam sentuhan bibirnya yang hangat dan lembut.
Saya menyusuri setiap uratnya, ia menyentuh setiap lekukan tubuh saya, hingga panggilan kesucian tidak juga membuat kami berhenti.
Sekian detik itu menyelamatkan. Ia melangkah keluar, mengecup pipi kanan dan pelipis saya dengan dalam..sentuhan itu seperti menyiratkan, "aku tidak akan kembali sayang"
Malam itu, saya hanya tertidur.Pesan singkat masuk..
"kok diem aja?"
Karena aku tahu kamu tidak akan kembali sayang...
Saya sedang menikmati nasi bakar dengan lauk dua perkedel jagung plus sambal merah dan hijau.
Mulai muak dengan asap rokok..
Pagi saya membuka akun Facebook, dan tiga orang berulangtahun hari ini. Saya kirim ucapan via ponsel.
Sejak kejadian '5 Januari' itu, saya jadi uring-uringan.
Mengetahui saya yang masih memiliki dorongan untuk menunjukkan saya ingat hari pentingnya, masih mengingatnya, masih menyisakan ruang kosong untuknya.
Saya benci dia! saya benci padanya yang telah membuat lubang besar pada arti kemurnian cinta, saya benci ia telah mengajarkan saya untuk menjadi perempuan yang terlalu keras untuk mengaku, ya, saya masih menyayangimu..
Ternyata bukan masalah tidak percaya, terlalu santai, selektif, dan butuh pemuas..ini masalah hati..hati yang terkunci, terpenjara pada cerita lama.
Saya pikir telah berbaikan dengan situasi, ternyata hanya melapisi dengan akting yang nyaris sempurna, hingga datanglah '5 Januari'.
Sepertinya sudah lama, saat kami belagak bodoh, saling mengagumi dalam kedekatan. Kedekatan yang aneh.
Petang itu, tangannya menyentuh pundak saya, membalikkan tubuh saya, dan kami saling bertatapan. Tatapan itu begitu dalam dan menusuk, tidak terasa semakin dekat dan gelap..gelap dan lumat dalam sentuhan bibirnya yang hangat dan lembut.
Saya menyusuri setiap uratnya, ia menyentuh setiap lekukan tubuh saya, hingga panggilan kesucian tidak juga membuat kami berhenti.
Sekian detik itu menyelamatkan. Ia melangkah keluar, mengecup pipi kanan dan pelipis saya dengan dalam..sentuhan itu seperti menyiratkan, "aku tidak akan kembali sayang"
Malam itu, saya hanya tertidur.Pesan singkat masuk..
"kok diem aja?"
Karena aku tahu kamu tidak akan kembali sayang...

Komentar
Posting Komentar