Kejarlah Daku, Kau Kutinggal



Poin krusial saat menggunakan transportasi massal, jangan sampai ketinggalan!

Namanya juga saya, poin diatas akhirnya pecah rekor, bahkan mengalami peningkatan, hehe.

Akhir tahun 2008, keluarga besar saya berkumpul di Yogyakarta. Tidak puas di Yogya, kami menjelajah ke daerah Wonosobo.

Kami menginap di villa milik PT. KAI. Villa ini pastilah peninggalan era kolonial. Terlihat dari tiang pondasi, dan jendela-jendela besar di setiap ruangan. Namun, belum ada satu malam, saya harus pulang ke Jakarta untuk wawancara pekerjaan. Saya nggrundel, tapi juga seneng, campur aduklah perasaan saat itu.

Karena Wonosobo letaknya agak terpencil, maka jalur transportasi dikuasai oleh bus. Kalau ingin naik kereta api atau pesawat, kita harus naik bus ke Yogya atau Semarang. Saya memutuskan pulang naik bus yang langsung ke Jakarta.

Berangkat pukul 08.00 pagi, bus melintas jalur Pantura. Saat makan siang, bus saya sudah sampai daerah Indramayu, dan kami berhenti untuk makan.

Karena saya melihat masih banyak orang makan, saya beribadah, dan menggabungkan dua waktu sekalian.

Saat sedang melipat mukena, ada laki-laki mengintip, dan berkata, “mbak, bus nya udah mau berangkat.”, waduh, saya langsung panik. Mukena saya lipat seadanya, dan buru-buru mengejar laki-laki tadi, yang ternyata kenek bus yang saya naiki.

Benar saja, saat naik bus, penumpang sudah komplit semua, menatap dengan pandangan bĂȘte. Bus pun sudah menyala mesin nya, jadi saat saya duduk, bus langsung tancap gas..oh-oh!

Masalah (nyaris) ketinggalan ini juga terjadi saat saya transit dari Bali ke Mataram, akhir mei 2009.
Karena waktu transit yang lama, saya berkeliling dulu di Bali. Saya tidak memperhatikan, kalau waktu check-in dimajukan 25 menit dari jadwal yang saya terima di Jakarta.

Perjalanan ke bandara, rekan saya menelepon, dan mengatakan pesawat sudah mau berangkat! Yaiks..sekarang paniknya lebih parah daripada waktu ketinggalan bus. Pesawat geto loh?!

Turun dari mobil, saya langsung berlari. Sampai di petugas imigrasi untuk pemeriksaan, saya baru ngeh ternyata pemeriksaan di Bandara Ngurah Rai, lebih ketat dibanding Bandara lain.

Ini pasti ulah teroris!siaal..

Untuk memeriksa ketebelece, saya menghabiskan waktu sampai 10 menit. Saya hampir putus asa. Kontur Bandara juga naik turun, saya yakin setidaknya berat badan saya berkurang sekian ons.

Di gerbang terakhir, saya agak lega, karena petugas maskapai yang menjemput saya mengatakan kalau pesawat belum berangkat (saking leganya saya masih sempet kedapetan jatah snack kotak).

Karena tenaga sudah habis, saya berjalan saja menuju pesawat. Belajar dari pengalaman, saya kudu kebal muka saat seisi penumpang melihat saya dengan raut who-do-you-think-you-are, hehe...

Pintu pesawat ditutup dan pesawat bermanuver untuk lepas landas.

Poin plus nya adalah saya bebas memilih tempat duduk yang tersisa, karena dianggap mendesak. Saya langsung memilih tempat favorit, sebelah jendela. Selain itu saya bersemangat setiap menceritakan momen ini.

Ya iyalah, kapan lagi pesawat yang nungguin saya?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yang Penting Cut Tari..!

Njelimet

Grace Kelly dan Kisah Dongengnya